UNJ Gelar Diskusi Publik Quo Vadis Penegakan Hukum sebagai Instrumen Pembangunan di Papua
Jakarta – Universitas Negeri Jakarta bekerjasama dengan Humas Studies Institute menyelenggarakan diskusi publik dengan tema Quo Vadis Penegakan Hukum sebagai Instrumen Pembangunan di Papua, Jum’at (30/9/2022).
Sebagai narasumber hadir di kegiatan tersebut Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia Firman Wijaya, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad, Peneliti Konflik Sosial UNJ Abdul Haris Fatgehipon, Aktivis Papua Charles Kossay, Tokoh Agama GKI Sinade dan Ketua FKUB Jayapura Pendeta Albertus Yoku, serta sebagai moderator Direktur Eksekutif Human Studies Institute Rasminto. Selain itu mahasiswa Papua dari berbagai asrama di Jakarta dan sekitarnya seperti Ciputat dan asrama UNJ ikut hadir mengikuti diskusi publik.
Tokoh agama GKI Sinade Pendeta Albertus Yoku berpendapat pendekatan hukum sebagai instrumen pembangunan di Papua harus dimulai dengan membangun mindset hukum di tanah Papua dan secara keseluruhan di Indonesia.
“Pembangunan hukum harus dibangun dengan hukum itu sendiri, tidak boleh dengan cara melanggar hukum. Membangun mindset hukum adalah tugas utama bagi kita semua untuk membangun Papua,” kata Albertus.
Dilanjutkannya, dengan membangun mindset hukum tersebut akan terbangun budaya hukum yang diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari dan akan menjadi etos kerja yang dengannya Papua akan menciptakan harmoni.
Lebih spesifik, Aktivis Papua Charles Kossay menjabarkan sebab-sebab Papua tidak dapat maju. Padahal menurutnya masyarakat Papua jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat di Pulau Jawa.
“Seharusnya jika dari sisi jumlah masyarakat, sangat mungkin Papua sudah sejahtera. Namun ada oknum elit-elit politik lokal yang memang tidak menginginkan kesejahteraan masyarakat Papua demi keuntungan pribadinya,” kata Charles.
Dirinya juga menyinggung Gubernur Lukas Enembe yang terjerat kasus gratifikasi senilai 1 Milyar dengan dugaan aliran dana puluhan Milyar berdasarkan analisis PPATK, ke jaringan judi 303 di luar negeri.
“Gubernur harus legowo untuk datang ke KPK dan membuktikan apakah dia bersalah atau tidak. Pak Lukas harus mengerti bahwa korupsi akan mengganggu pembangunan. Orang-orang juga bisa terprovokasi. Penegakan hukum ini harus kita dorong sama-sama, sebab presiden sudah mengatakan bahwa semua orang sama di mata hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, peniliti konflik sosial Abdul Haris mengatakan pola-pola yang dilakukan Lukas Enembe untuk menghindari proses penegakan hukum dengan berpura-pura sakit ini bukan hanya di lakukan oleh Lukas, tapi oleh banyak pejabat.
“Saya belajar riwayat hidup pak Lukas dan saya menemukan sebelumnya dia ini bukan pengusaha. Jadi sangat mungkin regulasi yang ditabrak olehnya berkaitan dengan kompensasi politik dan ekonomi terhadap pemberi sumber dana yang dahulu mendukungnya saat maju Gubernur dahulu,” terang Haris.
Sebelumnya baik Haris memberikan keterangan sejarah tentang ancaman disintegrasi bangsa yang ada di Papua. Di dalam sejarah, ada Negara tertentu yang menginginkan Papua menjadi bagian dari negara tersebut untuk dukungan sektor keamanan dan mengeksploitasi tanah Papua.