Cara Warga Adat Melawan Krisis Pangan dan Perubahan Iklim
Jakarta – Krisis pangan dan perubahan iklim tidak begitu terasa dampaknya di kalangan masyarakat adat. Salah satu cara yang mereka terapkan adalah mendiversifikasi pangan dengan pangan lokal. Bagi mereka, pangan tidak harus melulu berupa beras.
Hal ini dituturkan Asep Wardiman, tokoh masyarakat di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat. Asep menjelaskan, sejak ratusan tahun lalu warga setempat mengonsumsi beras dari singkong atau rasi.
Tradisi yang dimulai sejak 1918 itu dipertahankan hingga sekarang. Masyarakat konsisten mengenal bahan pangan pokok tidak harus beras. Singkong dan pangan lain juga bisa menjadi bahan pangan pokok.
“Konsumsi beras dari singkong sudah menjadi kebiasaan kami sejak dahulu. Upaya kami mengenalkan kepada masyarakat bahwa singkong bisa menjadi ketahahan pangan bagi kami,” ungkap Ajat belum lama ini.
Selain dibuat rasi, singkong juga diolah menjadi aneka cemilan tradisional dan modern, seperti eggrol, kicipir, dan brownis. Ini dimulai sejak 2010. Warga memasarkan produk mereka melalui media online dan tamu-tamu yang kerap berkunjung ke Cireundeu.
Omzet penjualan mencapai Rp10-20 juta per bulan. “Kreativitas kami mengolah singkong menjadi berbagai penganan tradisional maupun modern juga upaya kami bahwa singkong bisa memberikan nilai tambah,” tuturnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian, Dedi Nursyamsi, mengamini hal itu. “Menjawab krisis pangan, mari kembali ke pangan lokal yang biasa ditanam, seperti ubi, talas, singkong dan lain agar ketahanan pangan kita tangguh,” jelas Dedi.
Dedi menjelaskan, mengonsumsi pangan lokal diajarkan para para leluhur sejak dahulu. Caranya, warga harus menanam pangan lokal. “Ini akan menyelamatkan kita dari krisis pangan global,” tambah Dedi.
Ia meminta masyarakat untuk menggenjor pangan lokal karena sudah terbukti bisa beradaptasi dengan iklim tropis di Indonesia. Dengan diolah menjadi pangan olahan yang kreatif, kesadaran warga bisa digugah. Tujuannya, kata Dedi, agar mereka mengonsumsi pangan lokal.
Lebih jauh, Dedi menuturkan, mendiversifikasi pangan impor dengan pangan lokal juga akan menyelamatkan bangsa. “Mari tingkatkan konsumsi pangan lokal mulai dari diri sendiri,” ajak Dedi.