Kemendagri Gelar Anev dan Asistensi Percepatan Realisasi APBD dan Penganggaran Penanganan Inflasi Provinsi dan Kabupaten/Kota
Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Analisis Evaluasi (Anev) dan Asistensi Percepatan Realisasi Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) dan Penganggaran Penangan Inflasi. Rakor tersebut berlangsung di Kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Rakor diikuti oleh daerah dengan realisasi APBD terendah dan tertinggi, daerah dengan dana kas tersimpan di bank tertinggi, serta daerah dengan inflasi tertinggi. Rakor membahas solusi percepatan realisasi APBD, penganggaran dan penanganan dampak inflasi, serta penggunaan produk dalam negeri.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni menegaskan, Rakor ini sebagai ruang diskusi untuk menemukan solusi percepatan realisasi APBD. Selain itu, kegiatan ini untuk mendukung penyiapan anggaran dalam mengendalikan inflasi di daerah. Rakor ini juga untuk membahas anggaran peningkatan penggunaan produk dalam negeri guna menyukseskan Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI).
“Jadi hari ini Bapak/Ibu seharian bisa bersama-sama diskusi, akan ada masukan, saran, kemudian ada informasi penting dari narasumber. Kami berharap Bapak dan Ibu juga menyampaikan kepada kami, kesulitan dan masalah yang ada di daerah, dinamika yang ada di daerah, agar bisa kita diskusikan dan cari solusinya. Karena serapan anggaran yang rendah ini terus terjadi setiap tahun,” tutur Fatoni.
Fatoni mengimbau pemerintah daerah (Pemda) agar segera mengatasi persoalan serapan anggaran yang masih rendah dan segera melakukan percepatan pelaksanaan realisasi APBD Tahun Anggaran 2023. Selain itu, daerah juga harus memaksimalkan serapan anggaran, serta melaksanakan kebijakan anggaran menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel.
Pemda diimbau untuk tidak ragu melakukan pengadaan dini setelah penandatanganan nota kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD. Selanjutnya, penandatanganan kontrak dilakukan setelah pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD tahun berkenaan. Berikutnya, menetapkan pejabat pengelola keuangan daerah dan pelaksanaan APBD pada SKPD dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) tidak berdasarkan tahun anggaran.
“Selain itu, penting juga dilakukan peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah kepada kepala daerah, kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dan pejabat pengelolaan keuangan daerah dan pengadaan barang dan jasa,” imbuh Fatoni.
Lebih lanjut, Fatoni memaparkan sepuluh daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi per tanggal 15 Oktober 2022. Di tingkat provinsi, daerah tersebut di antaranya Jawa Timur 84,24 persen, Kepulauan Bangka Belitung 84,17 persen, Bali 82,22 persen, Kalimantan Barat 81,15 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 76,77 persen, Kalimantan Selatan 76,68 persen, Jawa Barat 76,40 persen, Sumatera Barat 74,50 persen, Banten 74,01 persen, dan Sumatera Utara 72,88 persen.
Adapun untuk kabupaten dengan realisasi pendapatan tertinggi per September 2022 yaitu Kabupaten Bojonegoro 85,16 persen, Kepulauan Raja Ampat 83,55 persen, Kaur 82,70 persen, Banyuwangi 81,47 persen, Ciamis 80,96 persen, Tangerang 80,46 persen, Kebumen 80,24 persen, Wonogiri 79,72 persen, Bondowoso 79,09 persen, dan Bangka 78,89 persen.
Sementara untuk kota dengan realisasi pendapatan tertinggi per September 2022 di antaranya Kota Magelang 89,09 persen, Kediri 85,06 persen, Tangerang Selatan 81,88 persen, Yogyakarta 81,00 persen, Padang Panjang 77,41 persen, Payakumbuh 77,13 persen, Prabumulih 76,51 persen, Bontang 76,00 persen, Bukit Tinggi 75,82 persen, dan Sukabumi 75,34 persen.
Di sisi lain, Fatoni juga menjelaskan sepuluh daerah dengan realisasi belanja tertinggi per tanggal 15 Oktober 2022. Untuk provinsi yakni Jawa Barat, Bali, Banten, Jawa Timur, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Lampung. Sementara di tingkat kabupaten yaitu Kaur, Pati, Bone Bolango, Banjar, Karimun, Aceh Jaya, Lampung Barat, Bener Meriah, Aceh Timur dan Banyuwangi. Sedangkan untuk kota meliputi Bitung, Sukabumi, Langsa, Bandar Lampung, Lhokseumawe, Metro, Gunung Sitoli, Banda Aceh, Tanjung Pinang, dan Tual.
Fatoni juga menyebutkan daerah-daerah dengan posisi uang kas tertinggi di perbankan. Untuk provinsi meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Papua, Papua Barat dan Sumatera Utara. Sedangkan di tingkat kabupaten terdiri dari Bojonegoro, Tangerang, Kutai Timur, Bogor dan Bekasi. Sementara untuk kota yaitu Cimahi, Medan, Malang, Surabaya, dan Makassar.
Sebagai informasi, Rakor ini dihadiri oleh Sekretaris Ditjen Bina Keuda Kemendagri; Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Ditjen Bina Keuda; Kasubdit/Fungsional Ahli Madya Ditjen Bina Keuda; Tim Teknis SIPD dan Pelaksana Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kemendagri; Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 23 Pemerintah Provinsi; Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 31 Pemerintah Kabupaten; dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 26 Pemerintah Kota.
Adapun narasumber dalam Rakor tersebut di antaranya Dirjen Bina Keuda, Sekretaris Ditjen Bina Keuda, Plh. Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Direktur Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum LKPP.