Mangga Produksi Pulau Jawa Berpotensi Lolos Ekspor ke Jepang
Jakarta, 8 Desember – Permohonan pembukaan akses pasar mangga ke Jepang telah memakan waktu hingga 11 tahun sejak 2011. Ini terjadi karena rumitnya prosedur mengekspor komoditas buah tersebut ke negara terkait.
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian, Andi Muhammad Adnan menjelaskan, kekhawatiran utama Jepang menerima mangga hasil budidaya di tanah air adalah adanya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari jenis lalat buah Bactrocera occipitalis. Menurut Jepang, jenis lalat buah ini tidak mudah mati dalam perendaman air panas.
“Khusus B. occipitalis kenapa ditandai merah, karena ini yang menjadi jalan buntu perundingan. Sudah kami sampaikan ke otoritas di Jepang bahwa ini (B. occipitalis) hanya ada di Kalimantan, agar menjadi bahan pertimbangan buat mereka,” kata Adnan dalam Alinea Forum bertajuk “Strategi Ekpor Mangga ke Jepang”, Kamis (8/12).
Untuk memperkuat pernyataan itu, Barantan menggandeng institusi Institut Pembangunan Jawa Barat (InJabar) Universitas Padjadjaran untuk melakukan riset mendalam tentang keberadaan jenis lalat buah tersebut.
“Kami bekerja sama menyusun karena ada keterpaduan dengan InJabar yang telah melakukan survei di lapangan dan pengujian. Hasil pengujian sudah dipublikasi, dan mudah-mudahan hasil publikasi InJabar bisa meyakinkan mereka (Jepang),” kata Adnan.
Selain itu, untuk memperkuat pernyataan lalat buah jenis B. occipitalis tidak ditemukan pada mangga yang akan diekspor ke Jepang, Barantan menegaskan bahwa pemerintah melalui Kementan memiliki sistem mitigasi risiko dengan menerapkan ketentuan karantina antar area yang tertuang di Permentan No. 11/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa OPTK dari Suatu Area ke Area Lain di Dalam Wilayah Indonesia.
“Kita sampaikan pest free area dan kita kuatkan dengan aturan Permentan No. 11 antar area, didukung hasil teman-teman InJabar sudah bisa meyakinkan (Jepang). Tahun depan mudah-mudahan bisa menjadi bahan pertimbangan Jepang untuk bisa menerima mangga kita,” kata dia.
Hasil Riset InJabar-Barantan
Direktur InJabar Universitas Padjadjaran Profesor Dr Keri Lestasi memaparkan bahwa jenis lalat buah B. occipitalis hanya ditemukan di wilayah hutan Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Sedangkan mangga gedong gincu dan arum manis yang akan diekspor ke Jepang berasal dari wilayah Jawa. Dipastikan mangga ini tak terinfeksi atau bebas dari OPTK tersebut.
“Regulasi Kementan sebenarnya sudah jelas bahwa B. occipitalis hanya ada di Kalimantan. Pulau Jawa sebagai tempat pengembangan mangga ini, sebetulnya tidak ditemukan. Ini diperkuat dari riset Doktor Agus dalam jurnal internasionalnya berdasarkan hasil surveinya selama 15 tahun terkait mangga gedong gincu di Sumedang (Jawa Barat),” kata Keri.
Dari hasil penelitian dia dan tim ditambah adanya Permentan No. 11 Tahun 2009, kata Keri, akan menguatkan pembukaan akses ekspor mangga ke Jepang. “Itu (B. occipitalis) memang tidak ditemukan. Akhir (hasil penelitian) juga yang menjadi salah satu penguat dari evidence base (bukti dasar) terkait penguatan dibukanya ekspor mangga ini,” jelas Keri.
InJabar mengambil sampel di area tepi hutan Tarakan. Dari ribuan jenis lalat buah yang didapat, hanya 3 lalat buah saja yang dipastikan berjenis B. occipitalis melalui hasil tes genetik PCR. Itu pun B. occipitalis tak ditemukan pada mangga, tapi pada buah lain, seperti belimbing dan jambu air.
“Berdasarkan hasil ini dan juga ditambah dengan deklarasi dari Kementan ada sistem karantina wilayah bahwa tidak mudah buah tropis dari Kalimantan bisa berpindah ke Pulau Jawa, maka dengan demikian tidak ada ada alasan Pemerintah Jepang untuk mengkhawatirkan adanya cemaran dari B. occipitalis ini pada mangga yang nanti akan diekspor,” kata Keri.
Di sisi lain, Keri menyatakan, dari sisi rasa dan bentuk, mangga Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan mangga Jepang, khususnya mangga jenis arum manis dan gedong gincu. “Tidak ada alasan bagi kita B occipitalis ini menjadi penghalang mangga kita diekspor,” jelas Keri.