Kemendagri: Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, Daerah Dapat Hapus Pajak Progresif Kendaraan Bermotor dan BBN 2

0

Padang – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pemerintah daerah (Pemda) dapat menghapus pajak progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas Kendaraan Bekas (BBN 2). Penjelasan itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni saat memberi arahan sekaligus membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022.

Rakornas tersebut bertajuk “Percepatan Realisasi APBD dan Penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Pasca Diterbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah”. Kegiatan ini berlangsung di Padang, Sumatera Barat secara hybrid dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Ditjen Bina Keuda, Jumat (12/8/2022).

Fatoni mengatakan, Pemda dapat menghapus pajak progresif kendaraan bermotor dan BBN 2. Pemerintah Provinsi, kata dia, berwenang melakukan penghapusan pajak tersebut. Ini sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang telah mengatur penghapusan BBN 2. Selain itu, pada Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, juga diatur objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor.

“Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua, artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif. Walaupun ketentuan untuk PKB dan BBNKB ini menurut UU ini berlaku tiga tahun sejak UU ini ditetapkan. Namun pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak,” terang Fatoni dalam kegiatan yang dirangkaikan dengan program Webinar Series Keuda Update Seri ke-24 tersebut.

Adapun Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuda Kemendagri, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan PT Jasa Raharja juga telah melakukan kajian penghapusan pajak progresif dan BBN 2.

“Jika BBN 2 ini dihapuskan dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah, karena tarifnya hanya 1 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Itu pun banyak masyarakat yang tidak segera melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang dibelinya. Karena itu, Pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2 dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat, karena sudah berpindah tangan tapi tidak terdata,” jelas Fatoni.

Dia menjelaskan, tujuan dihapuskannya BBN 2 adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah dibeli dari pihak lain. Fatoni menilai, pemilik kendaraan justru enggan melakukan balik nama atas kendaraan bermotor yang diperoleh karena adanya kebijakan BBN 2. Padahal ini berdampak, selain tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2, Pemda juga kehilangan potensi dari PKB.

Pada kesempatan tersebut Fatoni menyampaikan, Tim Pembina Samsat Nasional juga telah melakukan sosialisasi ke bererapa daerah. “Kami sudah sampaikan ke beberapa gubernur, pada prinsipnya setuju,” ujar Fatoni.

Fatoni menjelaskan, kebijakan penghapusan ini penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBN 2 guna mendapatkan data potensi kendaraan bermotor yang akurat.

Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Langkah ini merupakan strategi untuk menertibkan data kendaraan bermotor. Meski diakui selama ini pemerintah provinsi sering memberikan keringanan berupa pemutihan. Namun kebijakan tersebut justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.

“Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga Pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut. Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor,” tandas Fatoni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *